Minggu, 08 Desember 2013

KUNJUNGAN DESA BELIMBING SARI, KEC. MELAYA, KAB. JEMBRANA, 2 DESEMBER 2013



Desa Belimbing Sari adalah desa wisata alam (dekat lokasi wisata Grojogan), nol napza, nol kekerasan dan ramah anak.
Belimbing Sari adalah satu dari 9 desa di Melaya. Seluruh penduduknya beragama Kristen. Desa ini terdiri dari dua Banjar yang masing-masing memiliki gereja. Mata pencaharian penduduknya mayoritas berkebun. Pemuda banyak yang sekolah di kota atau pergi merantau. Wisatawan sering menginap di rumah penduduk (interaksi sosial) sehingga desa ini mau tidak mau, setiap saat harus memperlihatkan kecantikannya (pemeliharaan rumput dan halaman sangat rapi dan asri, serta bersih dari sampah).
Di Belimbing Sari terdapat sebuah panti asuhan yang mengasuh 85 anak (3 TK, 65 SD, 15 SMP, 6 SMA). Panti ini mendapat bantuan dari berbagai pihak seperti pemerintah Kabupaten, lembaga sosial lain maupun dari Jepang ataupun Singapura.
Anak-anak panti mendapat pendidikan, pelatihan serta pengasuhan dan diasuh oleh karyawan yang diangkat sebagai orangtua angkat mereka. Anak-anak ikut kelompok anak di gereja serta menjadi anggota forum anak di tingkat kabupaten.
Pegawai panti: 3 orang farming, 2 perempuan mengasuh anak perempuan, seorang bapak mengasuh anak laki-laki, seorang ibu yang memasak, seorang ibu yang cek dan memisahkan sampah organic dan anorganik, seorang ibu yang mengajar tari (sanggar tari Widya Asih Lestari). 35 anak di luar panti berbaur ikut belajar tari dan menabuh di Panti. Untuk tari serta tabuh akan diadakan ujian bersertifikat.
Anak-anak tingkat SMP dan SMA diantar seorang supir untuk bersekolah di Melaya, karena lokasi panti jauh dari akses kendaraan umum. Dahulu SMP dan SMA di Melaya pun tidak ada. Lalu sejak tahun 1988 baru didirikan SMP dan SMA, sehingga anak-anak bisa tetap tinggal di desa. Dulu anak sekolah ke luar kota atau ke luar negeri. Kepala panti sendiri adalah mantan anak panti angkatan ’76 dan yang mengajar tari di panti istri dari suami yang juga mantan anak panti. Hubungan antara anak-anak dengan orangtua kandung tidak putus. Ada anak dari Sumba, Alor, Bali, Jakarta, Ambon, Flores, Sulawesi, Banyuwangi. Panti Widya Asih ada 7 di Bali: Denpasar (Sesetan), Singaraja, Bangli, Amlapura, Mlaya, Belimbing Sari, Untal-untal (Denpasar).
Widya Asih tidak mempunyai donator tetap, sedangkan dari pemerintah mendapatkan Rp 3000/hari/anak. Karena itu dipeliharalah sapi, babi, kambing (biogasnya dipakai untuk memasak), bebek dan ikan.  Limbah ternak menjadi pupuk organic unggulan. Anak-anak diajarkan fermentasi (mempedulikan limbah karena limbah bisa tepat guna).  Yang baru dijadikan percobaan: limbah kulit kopi dicampur dengan jagung, dan difermentasi selama 1 minggu lalu digiling. Hasilnya akan dijual ke pasar sebagai pakan.  Usaha ini dijadikan percontohan oleh pemerintah. Sedangkan usaha di bidang pertanian dilakukan penanaman singkong, kangkung, jagung, sawi hijau dan kacang panjang. Hal ini juga berupa usaha swasembada pangan untuk menekan biaya konsumsi.
Selain belajar tarian bali sejak usia 4 tahun serta menabuh gamelan, juga tabuhan jegog yang terbuat dari bambu, lalu anak-anak belajar bahasa bali sebagai upaya penanaman budaya setempat, selain itu mereka boleh mencoba memakai pakaian bali. Walau beragama Kristen ada lagu puji-pujian berbahasa Bali juga tarian bali. 2x setahun anak-anak pentas tari dan tabuh di negara Singapura dan di sana biasanya pentas selama 7 hari. Kerjasama dengan Singapura sudah berlangsung selama 6 tahun. Anak-anak Singapura pun berkunjung dan melukis mural indah pada dinding rumah anak-anak panti. Rombongan kesenian panti pun pernah pentas di Jepang. Panti ini juga berjejaring dengan panti lainnya, kunci kesuksesan adalah memegang kepercayaan.
Kebijakan panti agar anak-anaknya tidak terpengaruh oleh efek globalisasi yang buruk adalah melaksanakan kegiatan sehingga anak-anak terikat oleh waktu dan tidak memiliki waktu luang untuk berbuat yang tidak-tidak. Jadwal mereka sebagai berikut: pukul 05.00 bangun, 06.00 sarapan, lalu bersih-bersih, 06.30 berangkat sekolah, 12.00 pulang sekolah, 12.30 makan siang, 13.00-15.00 tidur siang mandi, 15.00 les lalu disambung dengan kegiatan-kegiatan seperti olah raga, bertani, dll. Anak-anak dibagi menjadi 7 kelompok. Pk 18.00 makan malam, 19.00-21.00 belajar, 21.30 tidur. Untuk menghilangkan kejenuhan sebulan 2x diadakan piknik ke pantai untuk berenang dan bermain. Bagi Pembina untuk menambah ilmu dan mengenal jati diri diikutsertakan pada seminar-seminar serta diadakan kerjasama dengan panti-panti lain. Di sekolah anak-anak mendapat pelajaran budi pekerti. Anak perlu mengenal jatidirinya hingga panti bersama-sama bergerak mempersiapkan anak untuk menjadi tulang punggung Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar