Desa Belimbing Sari adalah desa wisata alam (dekat lokasi
wisata Grojogan), nol napza, nol kekerasan dan ramah anak.
Belimbing Sari adalah satu dari 9 desa di Melaya. Seluruh
penduduknya beragama Kristen. Desa ini terdiri dari dua Banjar yang
masing-masing memiliki gereja. Mata pencaharian penduduknya mayoritas berkebun.
Pemuda banyak yang sekolah di kota atau pergi merantau. Wisatawan sering
menginap di rumah penduduk (interaksi sosial) sehingga desa ini mau tidak mau,
setiap saat harus memperlihatkan kecantikannya (pemeliharaan rumput dan halaman
sangat rapi dan asri, serta bersih dari sampah).
Di Belimbing Sari terdapat sebuah panti asuhan yang mengasuh
85 anak (3 TK, 65 SD, 15 SMP, 6 SMA). Panti ini mendapat bantuan dari berbagai
pihak seperti pemerintah Kabupaten, lembaga sosial lain maupun dari Jepang
ataupun Singapura.
Anak-anak panti mendapat pendidikan, pelatihan serta
pengasuhan dan diasuh oleh karyawan yang diangkat sebagai orangtua angkat
mereka. Anak-anak ikut kelompok anak di gereja serta menjadi anggota forum anak
di tingkat kabupaten.
Pegawai panti: 3 orang farming, 2 perempuan mengasuh anak
perempuan, seorang bapak mengasuh anak laki-laki, seorang ibu yang memasak,
seorang ibu yang cek dan memisahkan sampah organic dan anorganik, seorang ibu
yang mengajar tari (sanggar tari Widya Asih Lestari). 35 anak di luar panti
berbaur ikut belajar tari dan menabuh di Panti. Untuk tari serta tabuh akan
diadakan ujian bersertifikat.
Anak-anak tingkat SMP dan SMA diantar seorang supir untuk
bersekolah di Melaya, karena lokasi panti jauh dari akses kendaraan umum. Dahulu
SMP dan SMA di Melaya pun tidak ada. Lalu sejak tahun 1988 baru didirikan SMP
dan SMA, sehingga anak-anak bisa tetap tinggal di desa. Dulu anak sekolah ke
luar kota atau ke luar negeri. Kepala panti sendiri adalah mantan anak panti
angkatan ’76 dan yang mengajar tari di panti istri dari suami yang juga mantan
anak panti. Hubungan antara anak-anak dengan orangtua kandung tidak putus. Ada
anak dari Sumba, Alor, Bali, Jakarta, Ambon, Flores, Sulawesi, Banyuwangi.
Panti Widya Asih ada 7 di Bali: Denpasar (Sesetan), Singaraja, Bangli,
Amlapura, Mlaya, Belimbing Sari, Untal-untal (Denpasar).
Widya Asih tidak mempunyai donator tetap, sedangkan dari
pemerintah mendapatkan Rp 3000/hari/anak. Karena itu dipeliharalah sapi, babi,
kambing (biogasnya dipakai untuk memasak), bebek dan ikan. Limbah ternak menjadi pupuk organic unggulan.
Anak-anak diajarkan fermentasi (mempedulikan limbah karena limbah bisa tepat
guna). Yang baru dijadikan percobaan:
limbah kulit kopi dicampur dengan jagung, dan difermentasi selama 1 minggu lalu
digiling. Hasilnya akan dijual ke pasar sebagai pakan. Usaha ini dijadikan percontohan oleh
pemerintah. Sedangkan usaha di bidang pertanian dilakukan penanaman singkong,
kangkung, jagung, sawi hijau dan kacang panjang. Hal ini juga berupa usaha
swasembada pangan untuk menekan biaya konsumsi.
Selain belajar tarian bali sejak usia 4 tahun serta menabuh
gamelan, juga tabuhan jegog yang terbuat dari bambu, lalu anak-anak belajar
bahasa bali sebagai upaya penanaman budaya setempat, selain itu mereka boleh
mencoba memakai pakaian bali. Walau beragama Kristen ada lagu puji-pujian
berbahasa Bali juga tarian bali. 2x setahun anak-anak pentas tari dan tabuh di negara
Singapura dan di sana biasanya pentas selama 7 hari. Kerjasama dengan Singapura
sudah berlangsung selama 6 tahun. Anak-anak Singapura pun berkunjung dan
melukis mural indah pada dinding rumah anak-anak panti. Rombongan kesenian
panti pun pernah pentas di Jepang. Panti ini juga berjejaring dengan panti
lainnya, kunci kesuksesan adalah memegang kepercayaan.
Kebijakan panti agar anak-anaknya tidak terpengaruh oleh efek
globalisasi yang buruk adalah melaksanakan kegiatan sehingga anak-anak terikat
oleh waktu dan tidak memiliki waktu luang untuk berbuat yang tidak-tidak.
Jadwal mereka sebagai berikut: pukul 05.00 bangun, 06.00 sarapan, lalu
bersih-bersih, 06.30 berangkat sekolah, 12.00 pulang sekolah, 12.30 makan
siang, 13.00-15.00 tidur siang mandi, 15.00 les lalu disambung dengan
kegiatan-kegiatan seperti olah raga, bertani, dll. Anak-anak dibagi menjadi 7
kelompok. Pk 18.00 makan malam, 19.00-21.00 belajar, 21.30 tidur. Untuk
menghilangkan kejenuhan sebulan 2x diadakan piknik ke pantai untuk berenang dan
bermain. Bagi Pembina untuk menambah ilmu dan mengenal jati diri diikutsertakan
pada seminar-seminar serta diadakan kerjasama dengan panti-panti lain. Di
sekolah anak-anak mendapat pelajaran budi pekerti. Anak perlu mengenal
jatidirinya hingga panti bersama-sama bergerak mempersiapkan anak untuk menjadi
tulang punggung Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar