Sabtu, 07 Desember 2013

Anak



Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eskstensi bangsa dan negara pada masa depan. Mereka tidak hanya merupakan masa depan saja tetapi juga masa kini bangsa Indonesia.
Permainan anak tradisional sudah mulai tergerus dengan maraknya permainan modern. Kondisi lingkungan di sebuah wilayah akan sangat berbeda dampaknya bagi orang dewasa dan anak-anak. Anak-anak dapat sangat terpengaruh oleh kondisi lingkungan, baik fisik dan non fisik dibandingkan dengan orang dewasa, karena anak-anak tengah berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat rentan terhadap pengaruh negatif yang terjadi di sekelilingnya. Pengaruh buruk lingkungan terhadap anak tersebut dapat bersifat jangka panjang, dan dalam beberapa kasus dapat bersifat permanen.
Lingkungan fisik tempat di mana anak-anak kita tinggal saat ini dapat dikatakan tidak sepenuhnya aman. Selain udara yang dihirup mengandung racun dan polutan, keselamatan juga menjadi salah satu isu lingkungan yang membahayakan bagi anak. Sayangnya, lingkungan sosial, yang juga mempunyai pengaruh sama kuat dengan lingkungan fisik, ternyata juga kurang mendukung optimalnya proses tumbuh dan kembang anak-anak Indonesia.
Anak-anak Indonesia saat ini hidup di tengah maraknya perilaku-perilaku buruk yang dilakukan orang-orang dewasa di sekelilingnya, seperti kekerasan, korupsi, narkoba, dan perilaku seks bebas, dll. Selain itu, proses globalisasi yang terjadi saat ini bagaikan dua sisi mata pisau yang memberikan dampak positif dan negatif dalam masyarakat. Akses informasi dan transportasi yang menjadi semakin cepat dan mudah, merupakan fenomena tersendiri yang memberikan manfaat bagi banyak umat manusia. Namun demikian, globalisasi, yang juga seakan menghilangkan batas antar negara, telah menghilangkan karakter dan jati diri individu anak bangsa. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yang seharusnya menjadi dasar filosofis dalam berperilaku, semakin terasa menghilang dalam perilaku sehari-hari karena memang tidak diajarkan secara sungguh-sungguh.
Dalam situasi yang seperti itu serta di era globalisasi ini, kondisi anak harus semakin menjadi perhatian, karena globalisasi selain membawa pengaruh positif, juga membawa pengaruh negatif bagi anak. Salah satu pengaruh negatif adalah semakin lunturnya nilai nilai luhur pada anak dan lingkungan yang semakin tidak kondusif bagi tumbuh kembang anak, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Padahal, Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui keppres 36/1990, mengamanatkan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan berpartisipasi. Selain itu, pasal 19 UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak, juga mengamanatkan bahwa setiap anak mempunyai kewajiban, diantaranya dengan menghormati orang tua, wali, guru, mencintai keluarga, menyayangi teman, mencintai tanah air, bangsa dan negara, menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya dan melaksanakan etika serta akhlak yang mulia.  
Begitu pentingnya pemahaman dan penanaman nilai-nilai luhur pada anak, sehingga perlu diamanatkan dalam UU, karena anak adalah pemilik masa depan, anaklah yang akan meneruskan keberlanjutan bangsa dan negara. Jika anak tidak lagi mengamalkan nilai-nilai luhur bangsa, maka akan hancurlah bangsa dan negara di masa depan. Faktanya, nilai-nilai luhur semakin memudar tergerus budaya global yang sebenarnya tidak sesuai dengan budaya bangsa yang gencar ditawarkan oleh media sebagai gaya hidup, akibatnya semakin banyak anak yang tidak lagi menghormati orang tua, terbiasa bicara kasar, kurang santun terhadap sesama, egoistik, hilangnya rasa simpati dan empati terhadap permasalahan orang lain, tidak mempunyai daya juang karena lebih mementingkan jalan instan, bahkan semakin pudar rasa cinta tanah air dan cinta budaya sendiri.
Implementasi nilai-nilai luhur budaya lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terkenal dengan budi bahasanya yang halus sekarang inipun perlu dipertanyakan, hal ini juga akibat dari kurang dipersiapkannya anak-anak menghadapi globalisasi serta kondisi lingkungan yang tidak kondusif.
 Mengingat anak-anak adalah bagian dari karakter dan jati diri anak bangsa yang harus dipersiapkan menjadi individu-individu yang berkarakter, tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bertoleran, dinamis, berbudaya, dan berorientasi iptek berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan YME, sehingga di masa yang akan datang akan terbentuk masyarakat Indonesia yang berperilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila, maka Konvensi Hak Anak (KHA) telah mengamanatkan Pemerintah untuk melakukan berbagai upaya mewujudkan hak-hak anak dengan melindungi mereka. Berbagai konferensi dunia juga telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan tentang pentingnya negara menciptakan lingkungan yang ideal bagi anak. Guna terwujudnya hak-hak anak untuk mendapatkan lingkungan yang berkualitas, Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya-upaya melindungi anak dari lingkungan yang kurang baik, baik fisik dan non fisik, untuk kemudian mewujudkan lingkungan yang berkualitas seperti yang diharapkan bersama. 
Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat bersama seluruh komponen masyarakat, memandang perlu adanya kegiatan penanaman nilai-nilai luhur pada anak guna mewujudkan lingkungan sosial yang lebih konstruktif bagi tumbuh kembang anak-anak di Daerah Istimewa Yogyakarta, sekaligus mempersiapkan mereka menjadi insan-insan Indonesia masa depan yang santun dalam berperilaku, mempunyai sikap toleran dan gotong royong, serta menghargai pluralitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar