Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, mempunyai ciri dan sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eskstensi bangsa dan negara pada masa depan. Mereka
tidak hanya merupakan masa depan saja tetapi juga masa kini bangsa Indonesia.
Permainan anak tradisional sudah mulai tergerus dengan
maraknya permainan modern. Kondisi lingkungan di sebuah wilayah akan sangat berbeda
dampaknya bagi orang dewasa dan anak-anak. Anak-anak dapat sangat terpengaruh
oleh kondisi lingkungan, baik fisik dan non fisik dibandingkan dengan orang
dewasa, karena anak-anak tengah berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat rentan terhadap pengaruh negatif yang terjadi di sekelilingnya.
Pengaruh buruk lingkungan terhadap anak tersebut dapat bersifat jangka panjang,
dan dalam beberapa kasus dapat bersifat permanen.
Lingkungan fisik tempat di mana anak-anak kita tinggal saat
ini dapat dikatakan tidak sepenuhnya aman. Selain udara yang dihirup mengandung
racun dan polutan, keselamatan juga menjadi salah satu isu lingkungan yang
membahayakan bagi anak. Sayangnya, lingkungan sosial, yang juga mempunyai
pengaruh sama kuat dengan lingkungan fisik, ternyata juga kurang mendukung
optimalnya proses tumbuh dan kembang anak-anak Indonesia.
Anak-anak Indonesia saat ini hidup di tengah maraknya
perilaku-perilaku buruk yang dilakukan orang-orang dewasa di sekelilingnya,
seperti kekerasan, korupsi, narkoba, dan perilaku seks bebas, dll. Selain itu,
proses globalisasi yang terjadi saat ini bagaikan dua sisi mata pisau yang
memberikan dampak positif dan negatif dalam masyarakat. Akses informasi dan
transportasi yang menjadi semakin cepat dan mudah, merupakan fenomena
tersendiri yang memberikan manfaat bagi banyak umat manusia. Namun demikian,
globalisasi, yang juga seakan menghilangkan batas antar negara, telah
menghilangkan karakter dan jati diri individu anak bangsa. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, yang seharusnya menjadi dasar filosofis dalam
berperilaku, semakin terasa menghilang dalam perilaku sehari-hari karena memang
tidak diajarkan secara sungguh-sungguh.
Dalam situasi yang seperti itu serta di
era globalisasi ini, kondisi anak harus semakin menjadi perhatian, karena
globalisasi selain membawa pengaruh positif, juga membawa pengaruh negatif bagi
anak. Salah satu pengaruh negatif adalah semakin lunturnya nilai nilai luhur
pada anak dan lingkungan yang semakin tidak kondusif bagi tumbuh kembang anak,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Padahal, Konvensi Hak Anak yang
telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui keppres 36/1990, mengamanatkan
bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan
berpartisipasi. Selain itu, pasal 19 UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan
Anak, juga mengamanatkan bahwa setiap anak mempunyai kewajiban, diantaranya
dengan menghormati orang tua, wali, guru, mencintai keluarga, menyayangi teman,
mencintai tanah air, bangsa dan negara, menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran
agamanya dan melaksanakan etika serta akhlak yang mulia.
Begitu pentingnya pemahaman dan
penanaman nilai-nilai luhur pada anak, sehingga perlu diamanatkan dalam UU,
karena anak adalah pemilik masa depan, anaklah yang akan meneruskan
keberlanjutan bangsa dan negara. Jika anak tidak lagi mengamalkan nilai-nilai
luhur bangsa, maka akan hancurlah bangsa dan negara di masa depan. Faktanya,
nilai-nilai luhur semakin memudar tergerus budaya global yang sebenarnya tidak sesuai
dengan budaya bangsa yang gencar ditawarkan oleh media sebagai gaya hidup,
akibatnya semakin banyak anak yang tidak lagi menghormati orang tua, terbiasa
bicara kasar, kurang santun terhadap sesama, egoistik, hilangnya rasa simpati
dan empati terhadap permasalahan orang lain, tidak mempunyai daya juang karena
lebih mementingkan jalan instan, bahkan semakin pudar rasa cinta tanah air dan
cinta budaya sendiri.
Implementasi nilai-nilai luhur budaya lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terkenal dengan budi bahasanya yang halus sekarang inipun
perlu dipertanyakan, hal ini juga akibat dari kurang dipersiapkannya anak-anak
menghadapi globalisasi serta kondisi lingkungan yang tidak kondusif.
Mengingat anak-anak adalah bagian dari karakter dan jati diri
anak bangsa yang harus dipersiapkan
menjadi individu-individu yang berkarakter, tangguh, kompetitif, berakhlak
mulia, bertoleran, dinamis, berbudaya, dan berorientasi iptek berdasarkan Pancasila
dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan YME, sehingga di masa yang akan
datang akan terbentuk masyarakat Indonesia yang berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai luhur Pancasila, maka Konvensi Hak Anak (KHA) telah mengamanatkan Pemerintah
untuk melakukan berbagai upaya mewujudkan hak-hak anak dengan melindungi
mereka. Berbagai konferensi dunia juga telah menghasilkan
kesepakatan-kesepakatan tentang pentingnya negara menciptakan lingkungan yang
ideal bagi anak. Guna terwujudnya
hak-hak anak untuk mendapatkan lingkungan yang berkualitas, Pemerintah
mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya-upaya melindungi anak dari lingkungan
yang kurang baik, baik fisik dan non fisik, untuk kemudian mewujudkan
lingkungan yang berkualitas seperti yang diharapkan bersama.
Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat bersama seluruh komponen masyarakat, memandang perlu adanya kegiatan
penanaman nilai-nilai luhur pada anak guna mewujudkan lingkungan sosial yang
lebih konstruktif bagi tumbuh kembang anak-anak di Daerah Istimewa Yogyakarta, sekaligus mempersiapkan mereka menjadi insan-insan
Indonesia masa depan yang santun dalam berperilaku, mempunyai sikap toleran dan
gotong royong, serta menghargai pluralitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar